FONETIK
3.1.1 Pengertian dan Macam Fonetik
Fonetik adalah
bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan
apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Menurut
urutan proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi
tiga, yaitu:



3.1.2 Alat Ucap
Hal pertama
pertama yang dibicarakan dalam fonetik artikulatoris adalah alat ucap
manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa.alat ucap manusia terdiri dari:
1. paru-paru (lung)
2. batang tenggorok (trachea)
3. pangkal tenggorok (larynx)
4. pita suara (vocal cord)
5. krikoid (cricoid)
6. tiroid (thyroid) atau lekum
7. aritenoid (arythenoid)
8. dinding rongga kerongkongan (wall of
pharynx)
9. epiglotis (epiglottis)
10. akar lidah (root of tongue)
11. pangkal lidah (back of the tongue,
dorsum)
12. tengah lidah (middle of tongue, medium)
13. daun lidah (blade of tongue, laminum)
14. ujung lidah (tip of the tongue, apex)
15. anak tekak (uvula)
16. langit-langit lunak (soft palate,
velum)
17. langit-langit keras (hard palate,
palatum)
18. gusi, lengkung kaki gigi (alveolum)
19. gigi atas (upper teeth, dentum)
20. gigi bawah (lower teeth, dentum)
21. bibir atas (upper lip, labium)
22. bibir bawah (lower lip, labium)
23. mulut (mouth)
24. rongga mulut (oral cavity)
25. rongga hidung (nasal cavity)
3.1.3 Proses Fonasi
Terjadinya
bunyi bahasa dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru
melalui batang tenggorok ke pangkal tenggorok yang di dalamnya terdapat
pita suara. Dari pita suara udara diteruskan melalui rongga mulut atau
rongga hidung ke udara bebas. Jika udara yang keluar dari paru-paru tidak
mendapat hambatan apa-apa maka tidak terjadi bunyi bahasa. Bunyi bahasa
terjadi karena udara yang dihembuskan dari paru-paru mendapat hambatan di
pita suara. Empat macam posisi pita suara saat dilewati udara yaitu: (a)
pita suara terbuka lebar (tidak menghasilkan bunyi), (b) pita suara
terbuka agak lebar (mengahasilkan bunyi tak bersuara), (c) pita
suara terbuka sedikit (menghasilkan bunyi bersuara), dan (d) pita
suara tertutup rapat (menghasilkan bunyi hamzah atau bunyi glotal).
3.1.4 Klasifiaksi Bunyi
Pada
umumnya bunyi bahasa dibedakan atas vokal dan konsonan. bunyi vokal
dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit
ini menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari
paru-paru. Selanjutnya arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa
mendapat hambatan apa-apa. Bunyi konsonan terjadi setelah arus
udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar,
diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung dengan mendapat hambatan di
tempat-tempat artikulasi tertentu
3.1.4.1 Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal
diklasifikasikan berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah
bisa horisontal atau vertikal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal
tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal tengah, misalnya bunyi [e] dan
[ ]; vokal rendah, misalnya bunyi [a]. Secara
horisontal dibedakan adanya vokal depan, misalnya bunyi [i]
dan [e]; vokal pusat, misalnya bunyi [ ]; dan vokal belakang, misalnya
bunyi [u] dan [o]. Menurut bentuk mulut dibedakan
adanya vokal bundar dan vokal tak bundar. Berdasarkan
posisi lidah dan bentuk mulut itulah kemudian vokal-vokal itu diberi
nama:





3.1.4.2 Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut
diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi
ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Diftong dibedakan
berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya, sehingga dibedakan adanya
diftong naik dan diftong turun. diftong naik, bunyi pertama posisinya lebih
rendah dari posisi bunyi yang kedua; sebaliknya diftong turun, posisi
bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua. Contoh diftong adalah
[au] seperti pada kata harimau. Contoh lain, bunyi [ai] seperti pada kata
cukai.
3.1.4.3 Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi
konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga kriteria, yaitu posisi pita
suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Tempat artikulasi tidak lain
daripada alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu.
berdasarkan tempat artikulasinya kita mengenal antara lain konsonan:
Nama
|
Keterangan
|
Bunyi
|
Bilabial
|
konsonan yang terjadi pada kedua
belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir atas
|
[b], [p],
dan [m]
|
Labiodental
|
yakni konsonan yang terjadi pada gigi
bawah dan bibir atas, gigi bawah merapat pada gigi atas
|
[f] dan [v]
|
Laminoalveolar
|
Konsonan yang terjadi pada daun lidah
dan gusi, daun lidah menempel pada gusi
|
[t] dan [d]
|
Dorsovelar
|
Konsonan yang terjadi pada pangkal
lidah dan velum atau langit-langit lunak
|
[k] dan [g]
|
Berdasarkan
cara artikulasinya, artinya bagaimana hambatan yang dilakukan terhadap
arus udara itu, dapat dibedakan adanya konsonan:
1) Hambat : [p], [b], [t],
[d], [k], dan [g]
2) Geseran atau frikatif : [f], [s],
dan [z]
3) Paduan atau frikatif : [c],
dan [j]
4) Sengauan atau nasal : [m], [n],
dan [ŋ]
5) Getaran atau trill : [r]
6) Sampingan atau lateral : [l]
7) Hampiran atau oproksiman : [w],
dan [y]
3.1.5 Unsur Suprasegmental
Unsur
suprasegmental adalah unsur yang menyertai bunyi segmental. Unsur suprasegmental
terdiri dari: (a) tekanan atau stres, (b) nada atau pitch, dan (c) jeda atau
persendian.
3.1.5.1. Tekanan atau Stres
Tekanan
menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Tekanan dapat bersifat distingtif atau
membedakan makna (contohnya dalam bahasa Inggris) dan juga bisa tidak
distingtif (contohnya dalam bahasa Indonesia).
Misalnya, tekanan pada kata dalam
bahasa Inggris blackboard.
Ø blackboard
(tekanan pada kata black) → ’papan tulis’
Ø blackboard
(tekanan pada kata board) → ’papan hitam’
3.1.5.2 Nada atau Pitch
Nada
berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi. Dalam bahasa-bahasa bernada atau
bahasa tonal, seperti bahasa Thai dan Vietnam, nada dapat membedakan
makna. Macam nada ada lima yaitu:
1) Nada naik
2) Nada datar
3) Nada turun
4) Nada turun naik
5) Nada naik turun
3.1.5.3 Jeda atau Persendian
Jeda atau persendian berkenaan
dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Jeda atau persendian dibedakan atas sendi
dalam (internal juncture) dan sendi luar (open juncture).
Ø Sendi
dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain, yang
dilambangkan dengan tanda tambah (+). Contohnya, /am+bil/
Ø Sendi
luar menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal ini biasanya
dibedakan:
1) Jeda antarkata dalam frase ( / )
2) Jeda antarfrase dalam klausa ( //
)
3) Jeda antarkalimat dalam wacana (
# )
Contoh: # buku // sejarah / baru #
# buku / sejarah //
baru #
FONEMIK
Fonemik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa yang dapat atau
berfungsi membedakan makna kata.
3.2.1 Identifikasi Fonem
Untuk
mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah
satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu
membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip. Misalnya, kata laba dan
raba. Perbedaan pada kata tersebut adalah pada bunyi [l] dan [r]. Maka, dapat
disimpulkan bunyi [l] dan bunyi [r] adalah dua buah fonem yang berbeda di dalam
bahasa Indonesia yaitu fonem [l] dan fonem [r].
3.2.2 Alofon
Alofon adalah
realisasi dari fonem, atau pengucaoan yang konkret dari sebuah fonem. Dalam
bahasa Indonesia, fonem [o] mempunyai dua alofon, yaitu bunyi [ ]
seperti pada kata tokoh dan bunyi [o] seperti pada kata toko.
Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis. Artinya, benyak
mempunyai kesamaan dalam pengucapannya.
3.2.3 Perubahan Fonem
1) Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi
adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari
bunyi yang ada di lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai
ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya, kata Sabtu
biasa diucapkan [saptu], di mana
bunyi [b] berubah menjadi [p] karena
pengaruh bunyi [t].
Asimilasi dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
1) Asimilasi progresif
|
Bunyi yang diubah terletak di
belakang bunyi yang mempengaruhinya
|
Kata mit der Frau (Belanda) diucapkan
mempengaruhinya [mit ter Frau]
|
2) Asimilasi regresif
|
Bunyi yang diubah terletak di muka
bunyi yang mempengaruhinya
|
Kata op de weg (Belanda) diucapkan
[obdeweg]
|
3) Asimilasi resiprokal
|
Perubahan terjadi pada kedua bunyi
yang saling mempengaruhi
|
Kata Bereng hamu (Batak Toba)
diucapkan [berek kamu]
|
Disimilasi
adalah perubahan bunyi yang menyebabkan dua buah fonem yang sama menjadi
berbeda atau berlainan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata cipta dan cinta
yang berasal dari bahasa Sansekerta citta. Kita lihat, bunyi [tt] pada kata
citta berubah menjadi bunyi [pt] pada kata cipta dan menjadi bunyi [nt] pada
kata cinta.
2) Netralisasi dan Arkifonem
Dalam
bahasa Belanda kata hard dilafalkan [hart]. Dalam bahasa adanya
bunyi [t] pada posisi akhir kata yang dieja hard adalah hasil
netralisasi. Fonem /d/ pada kata hard yang bisa berwujud /t/ atau /d/
disebut arkifonem. Contoh lainnya, dalan bahasa Indonesia kata jawab
diucapkan [jawap]; tetapi bila diberi akhiran –an bentuknya menjadi
jawaban. Jadi, di sini ada arkifonem /B/, yang realisasinya bisa berupa [b]
atau [p].
4) Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal
Kata umlaut
berasal dari bahasa Jerman yang berarti perubahan vokal sedemikian rupa
sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari
vokal yang berikutnya yang tinggi. Misalnya, dalam bahasa Belanda bunyi [a]
pada kata handje lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan bunyi [a] pada
kata hand. Penyebabnya adalah bunyi [y] yang posisinya lebih tinggi dari bunyi
[a].
Ablaut adalah
perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman untuk
menandai berbagai fungsi gramatikal. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata sing
berubah menjadi sang atau sung untuk penandaan kala.
Perubahan
bunyi berupa harmoni vokal atau keselarasan vokal terdapat dalamm bahasa Turki.
Misalnya, kata at ’kuda’ bentuk jamaknya adalah atlar ’kuda-kuda’;
oda ’rumah’ bentuk jamaknya adalah odalar ’rumah-rumah.
4) Kontraksi
Perubahan bunyi berupa kontraksi adalah pemendekan lafal. Misalnya, dalam
bahasa Indonesia kata tidak tahu menjadi ndak tahu; dalam bahasa
Inggris kata will not menjadi won’t.
5) Metatesis dan Epentesis
Proses
metatesis bukanlah mengubah bentuk fonem menjadi fonem lain, melainkan mengubah
urutan fonem yang terdapat dalam kata. Misalnya, dalam bahasa Indonesia selain
bentuk jalur ada lajur; selain kolar ada koral. Dalam
proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang homorgan dengan
lingkungannya, disisipkan ke dalam sebuah kata. Misalnya, ada kampak di samping
kapak; ada sampi di samping sapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar